Sabtu, 20 Juli 2013

PENDIDIKAN DI INDONESIA MENURUT PASAL 31 UUD 1945


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas seluruh kenikmatan yang di berikannya, karena dengan izin-Nya lah penulisan makalah tentang Pendidikan Indonesia yang berdasar kan kepada Pasal 31 ayat 1 dan 2 ini dapat di selesaikan. Penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih kurang sempurna dan bila ada kesalahan secara sadar maupun tidak sadar, saya selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih                 
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya ke empat, tertulis dan tercantum bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Membuktikan bahwa tanggung jawab pemerintah atau negara sangatlah besar,  karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.         
MASALAH
Berdasarkan perumusan di atas, ternyata pernyataan di atas belum semuanya atau belum seratus persen dapat terpenuhi. Karena pada faktanya masih banyak terdapat masyarakat Indonesia yang menjamah bangku sekolahan sampai SD padahal pendidikan dasar yang wajib adalah sampai 9 tahun atau SMP, bahkan ada yang sama sekali tidak mengenal bangku sekolahan. Dalam Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, pada 16-18 Februari 2010, yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan tingkat provinsi seluruh Indonesia, Didik Suhardi menyebutkan hambatan-hambatan yang membuat tak lancar program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. “Ada potensi-potensi daerah dengan budaya tertentu, misalnya kawin muda,” katanya. “Di kawasan Pantura masih ada anak-anak begitu lulus SD, kadang-kadang haid juga belum, dinikahkan.” Dengan menikah muda, harapan untuk maju melalui proses pendidikan banyak menemui kendala.
Terlebih perempuan yang disibukkan dengan aktivitas mengurus anak dan kesibukan rumah tangga lainnya. Di daerah tertentu, hambatan lain yang mengherankan justru terjadi. Ketika dilakukan sebuah sosialisasi program Wajar Dikdas Sembilan Tahun di suatu daerah, bukan antusiasme warga yang didapat, sebaliknya pemerasan. Ia mencontohkan sebuah kasus. “Kalau kita mau melakukan sosialisasi di daerah tersebut, malah kita harus bayar. Satu orang harus bayar sekian per hari,” keluh Didik Suhardi. Didik Suhardi menegaskan, penanggung jawab program wajar Dikdas Sembilan Tahun adalah Direktorat Pembinaan SMP. “Karena 70% lebih anak-anak kita sekolah di SMP reguler,” jelasnya. Sehingga Direktorat Pembinaan SMP menaruh perhatian besar terhadap upaya-upaya mensukseskan program tersebut, misalnya memberikan layanan terbaik dan menambah daya tampung rombongan belajar. Selain Wajar Dikdas, hal lain yang menjadi perhatian adalah peningkatan mutu. Dan, temuan indikator mutu hingga saat ini masih mengandalkan hasil Ujian Nasional. “Namun demikian akan kita perbaiki sejalan dengan tingkat akurasi dan validitas hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional,” ucap Didik Suhardi. Dalam kesempatan itu Didik Suhardi juga membahas mengenai demokrasi. Demokrasi, katanya, merupakan pengejawantahan dari masyarakat yang informasinya sangat bagus. “Well inform society is the function of education. Jadi kalau komunikasi masyarakatnya bagus sebetulnya cerminan dari tingkat pendidikannya yang bagus,” ujarnya. Pengertian ini sejalan dengan kebijakan yang memprioritaskan pendidikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan implementasi demokrasi di tanah air. Sebab, pada dasarnya, demokrasi bisa berjalan jika ditopang dua hal. Pertama, tingkat kesejahteraan masyarakatnya bagus. Kedua, tingkat pendidikan sebagai prioritas negara demokratis juga berjalan bagus. “Jadi bukan money politic, bukan demokrasi jalanan, tetapi demokrasi yang mencerminkan demokrasi sebagai negara yang beradab,” urai Didik Suhardi.                 
Dalam paparannya di Rapat Koordinasi Mandikdasmen di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Rabu (17/2), Mudjito juga mengatakan betapa pentingnya pendidikan TK bagi anak-anak pra-sekolah. “Ternyata gerak-gerak pada anak, nyanyian, lagu, dan segala aktivitas pada anak memengaruhi sel yang mereka miliki,” ujarnya. Tidak semua anak bisa berkembang, lanjutnya, lantaran tidak bisa mengenyam bangku TK. Ia melihat porsi pembiayaan pendidikan bagi anak usia rendah jauh lebih kecil ketimbang pendidikan bagi orang dewasa.
“Itu dari segi pembiayaan sama sekali tidak matching,” tegasnya. Mudjito menyampaikan, makin tinggi jenjang pendidikan, mestinya pembiayaan pendidikannya makin kecil. “Kalau kita membiayai pendidikan lebih banyak untuk pendidikan tinggi, sebenarnya keliru,” ujarnya.

Ia kemudian merujuk pada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa setiap yang ‘ditanam’ untuk anak di TK, rate of return-nya sekitar 17 kali lipat. “Gambarannya, kalau dilihat tingkat balikan secara ekonomis, makin dini usia pra-sekolah, rate of return-nya makin tinggi,” jelasnya. “Karena ia menjadi pondasi bagi pendidikan taraf selanjutnya.”  Ia melihat masyarakat mulai menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Itu tampak dari menjamurnya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dan Angka Partisipasi Kasar jenjang TK yang terus meningkat. “Meskipun TK bukan pendidikan wajib, tetapi itu menjadi kebutuhan masyarakat,” kata Mudjito.
Namun dari semua berita miring tersebut, datang kabar baik dari penyelenggaraan dana BOS seperti dikutip dari http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/berita/429.html , ”Ternyata ada studi yang menunjukkan dengan adanya BOS kemudian angka partisipasi bisa lebih naik. Angka drop out bisa lebih ditekan,” kata Drs. Mudjito AK, M.Si., Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional.
 Mudjito berkata demikian saat menyampaikan paparan di hadapan Kepala Dinas dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan provinsi seluruh Indonesia di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Rabu (17/2). Acara ini bagian dari rangkaian Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung pada 16-18 Februari 2010.  Kondisi itu, tambah Mudjito, secara tidak langsung mencerminkan imbas kebijakan BOS secara ekonomis. Masyarakat tak perlu pusing lagi memikirkan biaya pendidikan.
Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk membayar iuran sekolah dapat digunakan untuk kebutuhan hidup lain. Dampak positif program BOS dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Bank Dunia untuk pencitraan baik eksistensinya. Selaku lembaga yang memberikan pinjaman bagi sebagian pendanaan BOS, Bank Dunia mendengungkan ke sejumlah negara tentang peran mereka di Indonesia ihwal pembiayaan langsung ke sekolah yang memangkas segala bentuk birokrasi dan dapat dinikmati masyarakat. “Di sebut cash transfer dan menjadi program unggulan mereka di dalam reformasi kebijakan publik di dalam pembiayaan pendidikan,” ujar Mudjito. Pada tahun anggaran 2010 ini, jumlah dana BOS yang digulirkan sebesar Rp 11,03 triliun. Digunakan untuk mendanai 145.547 SD dan 27.271.860 siswa. Besar anggaran per anak per tahunnya untuk Kabupaten Rp 397.000 sedangkan Kota Rp 400.000.  Pada program BOS tahun anggaran 2010, ada sejumlah perbaikan. Misalnya penambahan menu penggunaan dana BOS di sekolah, penambahan poin larangan penggunaan dana BOS di sekolah, dan aturan pengadaan buku teks pelajaran.            
KESIMPULAN
Jadi dibalik berita miring dan masih banyaknya kekurangan di masalah pendidikan, ternyata ada juga satu perkembangan dan kemajuannya, ini menandakan bahwa Pendidikan di Indonesia saat ini mulai membaik dengan adanya dana BOS, program wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan mutu yang selalu berjalan naik.
 Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945 dalam Bidang Pendidikan
Sesuai dengan Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya yang ke-empat yang membahas mengenai pendidikan di indonesia, tertulis dan tercantum bahwa
ayat 1 : Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
ayat 2 : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Ini membuktikan bahwa tanggung jawab Negara atau pemerintah sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
Pengertian Hak dan Kewajiban.
Sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi dasar tentang hak secara definitif. “Hak” merupakan untuk normatik yang berfungsi sebagai panduan perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hak adalah
(1) yang benar,
(2) milik, kepunyaan,
(3) kewenangan,
(4) kekuasaan untuk berbuat sesuatu,
(5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan
(6) derajat atau martabat.
Pengertian yang luas tersebut pada dasarnya mengandung prinsip bahwa hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.
Selanjutnya James W. Nickel mengemukakan unsur-unsur hak, yakni:
a. Pemilik hak,
b. Ruang lingkup penerapan hak, dan
c. Pihak yang bersedia dalam penerappan hak..
Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Dalam kaitan dengan pemerolehan hak, paling tidak dikemukakan dua teori: pertama, teori Mc Closkey bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki dan dinikmati atau sudah dilakukan. Kedua: teori Joel Feinberg bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Di sini berarti antara hak dan kewajiban tidak dapat saling dipisahkakn. Oleh karena itu, ketika seseorang menuntut hak, juga harus melakukan kewajiban. Meskipun hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang.
Sudah sangat jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Akan tetapi, hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat. Para pejabat dan pemerintah hanya mengobar janji manis kepada rakyat untuk mendapatkan haknya. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya.  Olek karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi.Mari kita katakan pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Mari kita menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro :
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Menurut Prof Notonagoro :
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.
Sehingga secara umum, hak dan kewajiban dapat didefinisikan sebagai :
Hak : Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contoh : Hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : Melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda disini