KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas seluruh kenikmatan yang di
berikannya, karena dengan izin-Nya lah penulisan makalah tentang Pendidikan
Indonesia yang berdasar kan kepada Pasal 31 ayat 1 dan 2 ini dapat di
selesaikan. Penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih kurang sempurna dan
bila ada kesalahan secara sadar maupun tidak sadar, saya selaku penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya ke empat, tertulis dan tercantum bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Membuktikan bahwa tanggung jawab pemerintah atau negara sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
Sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya ke empat, tertulis dan tercantum bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Membuktikan bahwa tanggung jawab pemerintah atau negara sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
MASALAH
Berdasarkan perumusan di atas, ternyata pernyataan di atas belum semuanya atau belum seratus persen dapat terpenuhi. Karena pada faktanya masih banyak terdapat masyarakat Indonesia yang menjamah bangku sekolahan sampai SD padahal pendidikan dasar yang wajib adalah sampai 9 tahun atau SMP, bahkan ada yang sama sekali tidak mengenal bangku sekolahan. Dalam Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, pada 16-18 Februari 2010, yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan tingkat provinsi seluruh Indonesia, Didik Suhardi menyebutkan hambatan-hambatan yang membuat tak lancar program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. “Ada potensi-potensi daerah dengan budaya tertentu, misalnya kawin muda,” katanya. “Di kawasan Pantura masih ada anak-anak begitu lulus SD, kadang-kadang haid juga belum, dinikahkan.” Dengan menikah muda, harapan untuk maju melalui proses pendidikan banyak menemui kendala.
Berdasarkan perumusan di atas, ternyata pernyataan di atas belum semuanya atau belum seratus persen dapat terpenuhi. Karena pada faktanya masih banyak terdapat masyarakat Indonesia yang menjamah bangku sekolahan sampai SD padahal pendidikan dasar yang wajib adalah sampai 9 tahun atau SMP, bahkan ada yang sama sekali tidak mengenal bangku sekolahan. Dalam Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, pada 16-18 Februari 2010, yang dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan tingkat provinsi seluruh Indonesia, Didik Suhardi menyebutkan hambatan-hambatan yang membuat tak lancar program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun. “Ada potensi-potensi daerah dengan budaya tertentu, misalnya kawin muda,” katanya. “Di kawasan Pantura masih ada anak-anak begitu lulus SD, kadang-kadang haid juga belum, dinikahkan.” Dengan menikah muda, harapan untuk maju melalui proses pendidikan banyak menemui kendala.
Terlebih
perempuan yang disibukkan dengan aktivitas mengurus anak dan kesibukan rumah
tangga lainnya. Di daerah tertentu, hambatan lain yang mengherankan justru
terjadi. Ketika dilakukan sebuah sosialisasi program Wajar Dikdas Sembilan
Tahun di suatu daerah, bukan antusiasme warga yang didapat, sebaliknya
pemerasan. Ia mencontohkan sebuah kasus. “Kalau kita mau melakukan sosialisasi
di daerah tersebut, malah kita harus bayar. Satu orang harus bayar sekian per
hari,” keluh Didik Suhardi. Didik Suhardi menegaskan, penanggung jawab program
wajar Dikdas Sembilan Tahun adalah Direktorat Pembinaan SMP. “Karena 70% lebih
anak-anak kita sekolah di SMP reguler,” jelasnya. Sehingga Direktorat Pembinaan
SMP menaruh perhatian besar terhadap upaya-upaya mensukseskan program tersebut,
misalnya memberikan layanan terbaik dan menambah daya tampung rombongan
belajar. Selain Wajar Dikdas, hal lain yang menjadi perhatian adalah
peningkatan mutu. Dan, temuan indikator mutu hingga saat ini masih mengandalkan
hasil Ujian Nasional. “Namun demikian akan kita perbaiki sejalan dengan tingkat
akurasi dan validitas hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional,”
ucap Didik Suhardi. Dalam kesempatan itu Didik Suhardi juga membahas mengenai
demokrasi. Demokrasi, katanya, merupakan pengejawantahan dari masyarakat yang
informasinya sangat bagus. “Well inform society is the function of education.
Jadi kalau komunikasi masyarakatnya bagus sebetulnya cerminan dari tingkat
pendidikannya yang bagus,” ujarnya. Pengertian ini sejalan dengan kebijakan
yang memprioritaskan pendidikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
implementasi demokrasi di tanah air. Sebab, pada dasarnya, demokrasi bisa
berjalan jika ditopang dua hal. Pertama, tingkat kesejahteraan
masyarakatnya bagus. Kedua, tingkat pendidikan sebagai prioritas
negara demokratis juga berjalan bagus. “Jadi bukan money politic,
bukan demokrasi jalanan, tetapi demokrasi yang mencerminkan demokrasi sebagai
negara yang beradab,” urai Didik Suhardi.
Dalam
paparannya di Rapat Koordinasi Mandikdasmen di Hotel Atlet Century Park,
Jakarta, Rabu (17/2), Mudjito juga mengatakan betapa pentingnya pendidikan TK
bagi anak-anak pra-sekolah. “Ternyata gerak-gerak pada anak, nyanyian, lagu,
dan segala aktivitas pada anak memengaruhi sel yang mereka miliki,” ujarnya.
Tidak semua anak bisa berkembang, lanjutnya, lantaran tidak bisa mengenyam
bangku TK. Ia melihat porsi pembiayaan pendidikan bagi anak usia rendah jauh
lebih kecil ketimbang pendidikan bagi orang dewasa.
“Itu
dari segi pembiayaan sama sekali tidak matching,” tegasnya. Mudjito
menyampaikan, makin tinggi jenjang pendidikan, mestinya pembiayaan
pendidikannya makin kecil. “Kalau kita membiayai pendidikan lebih banyak untuk
pendidikan tinggi, sebenarnya keliru,” ujarnya.
Ia kemudian merujuk pada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa setiap yang ‘ditanam’ untuk anak di TK, rate of return-nya sekitar 17 kali lipat. “Gambarannya, kalau dilihat tingkat balikan secara ekonomis, makin dini usia pra-sekolah, rate of return-nya makin tinggi,” jelasnya. “Karena ia menjadi pondasi bagi pendidikan taraf selanjutnya.” Ia melihat masyarakat mulai menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Itu tampak dari menjamurnya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dan Angka Partisipasi Kasar jenjang TK yang terus meningkat. “Meskipun TK bukan pendidikan wajib, tetapi itu menjadi kebutuhan masyarakat,” kata Mudjito.
Ia kemudian merujuk pada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa setiap yang ‘ditanam’ untuk anak di TK, rate of return-nya sekitar 17 kali lipat. “Gambarannya, kalau dilihat tingkat balikan secara ekonomis, makin dini usia pra-sekolah, rate of return-nya makin tinggi,” jelasnya. “Karena ia menjadi pondasi bagi pendidikan taraf selanjutnya.” Ia melihat masyarakat mulai menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Itu tampak dari menjamurnya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dan Angka Partisipasi Kasar jenjang TK yang terus meningkat. “Meskipun TK bukan pendidikan wajib, tetapi itu menjadi kebutuhan masyarakat,” kata Mudjito.
Namun
dari semua berita miring tersebut, datang kabar baik dari penyelenggaraan dana
BOS seperti dikutip dari http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/berita/429.html ,
”Ternyata ada studi yang menunjukkan dengan adanya BOS kemudian angka
partisipasi bisa lebih naik. Angka drop out bisa lebih ditekan,” kata Drs.
Mudjito AK, M.Si., Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional.
Mudjito berkata demikian saat menyampaikan paparan di hadapan Kepala Dinas dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan provinsi seluruh Indonesia di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Rabu (17/2). Acara ini bagian dari rangkaian Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung pada 16-18 Februari 2010. Kondisi itu, tambah Mudjito, secara tidak langsung mencerminkan imbas kebijakan BOS secara ekonomis. Masyarakat tak perlu pusing lagi memikirkan biaya pendidikan.
Mudjito berkata demikian saat menyampaikan paparan di hadapan Kepala Dinas dan Pejabat yang menangani perencanaan pendidikan provinsi seluruh Indonesia di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, Rabu (17/2). Acara ini bagian dari rangkaian Rapat Koordinasi Mandikdasmen yang berlangsung pada 16-18 Februari 2010. Kondisi itu, tambah Mudjito, secara tidak langsung mencerminkan imbas kebijakan BOS secara ekonomis. Masyarakat tak perlu pusing lagi memikirkan biaya pendidikan.
Dana
yang sebelumnya dialokasikan untuk membayar iuran sekolah dapat digunakan untuk
kebutuhan hidup lain. Dampak positif program BOS dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh Bank Dunia untuk pencitraan baik eksistensinya. Selaku lembaga yang
memberikan pinjaman bagi sebagian pendanaan BOS, Bank Dunia mendengungkan ke
sejumlah negara tentang peran mereka di Indonesia ihwal pembiayaan langsung ke
sekolah yang memangkas segala bentuk birokrasi dan dapat dinikmati masyarakat.
“Di sebut cash transfer dan menjadi program unggulan mereka di
dalam reformasi kebijakan publik di dalam pembiayaan pendidikan,” ujar Mudjito.
Pada tahun anggaran 2010 ini, jumlah dana BOS yang digulirkan sebesar Rp 11,03
triliun. Digunakan untuk mendanai 145.547 SD dan 27.271.860 siswa. Besar
anggaran per anak per tahunnya untuk Kabupaten Rp 397.000 sedangkan Kota Rp
400.000. Pada program BOS tahun anggaran
2010, ada sejumlah perbaikan. Misalnya penambahan menu penggunaan dana BOS di
sekolah, penambahan poin larangan penggunaan dana BOS di sekolah, dan aturan pengadaan
buku teks pelajaran.
KESIMPULAN
Jadi dibalik berita miring dan masih banyaknya kekurangan di masalah pendidikan, ternyata ada juga satu perkembangan dan kemajuannya, ini menandakan bahwa Pendidikan di Indonesia saat ini mulai membaik dengan adanya dana BOS, program wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan mutu yang selalu berjalan naik.
Jadi dibalik berita miring dan masih banyaknya kekurangan di masalah pendidikan, ternyata ada juga satu perkembangan dan kemajuannya, ini menandakan bahwa Pendidikan di Indonesia saat ini mulai membaik dengan adanya dana BOS, program wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan mutu yang selalu berjalan naik.
Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD
1945 dalam Bidang Pendidikan
Sesuai dengan Pasal 31
Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya yang ke-empat yang membahas
mengenai pendidikan di indonesia, tertulis dan tercantum bahwa
ayat
1 : Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
ayat
2 : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
ayat
3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
ayat
4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ayat
5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Ini membuktikan bahwa
tanggung jawab Negara atau pemerintah sangatlah besar, karena mereka pun
bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
Pengertian Hak dan
Kewajiban.
Sebelum memasuki
pembahasan lebih lanjut, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi dasar
tentang hak secara definitif. “Hak” merupakan untuk normatik yang berfungsi
sebagai panduan perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya
peluang bagi manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.
Dalam kamus umum Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa hak adalah
(1) yang benar,
(2) milik, kepunyaan,
(3) kewenangan,
(4) kekuasaan untuk
berbuat sesuatu,
(5) kekuasaan untuk
berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan
(6) derajat atau
martabat.
Pengertian yang luas
tersebut pada dasarnya mengandung prinsip bahwa hak adalah sesuatu yang oleh
sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk menuntut sesuatu yang
dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas
sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana
dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.
Selanjutnya James W.
Nickel mengemukakan unsur-unsur hak, yakni:
a. Pemilik hak,
b. Ruang lingkup
penerapan hak, dan
c. Pihak yang bersedia
dalam penerappan hak..
Ketiga
unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan demikian hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri manusia yang dalam penerapannya
berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan
interaksinya antara individu atau dengan instansi. Dalam kaitan dengan
pemerolehan hak, paling tidak dikemukakan dua teori: pertama, teori Mc Closkey
bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki dan dinikmati atau sudah
dilakukan. Kedua: teori Joel Feinberg bahwa pemberian hak penuh merupakan
kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak
yang disertai pelaksanaan kewajiban). Di sini berarti antara hak dan kewajiban
tidak dapat saling dipisahkakn. Oleh karena itu, ketika seseorang menuntut hak,
juga harus melakukan kewajiban. Meskipun hak dan kewajiban ini adalah sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak
dan kewajiban tidak seimbang.
Sudah
sangat jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk
mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga
negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua
itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan
hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya
memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri.
Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan
cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus
tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan
hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan
aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka
kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Akan tetapi, hak dan kewajiban di
Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak
untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun
rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana
mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat. Para pejabat dan pemerintah
hanya mengobar janji manis kepada rakyat untuk mendapatkan haknya. Akan tetapi,
sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Olek
karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi
kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa
melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga
negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam
undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat
demokrasi.Mari kita katakan pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap
hidup setara dengan kita. Mari kita menjunjung bangsa Indonesia ini kepada
kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan
kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama
ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Menurut Prof. Dr.
Notonagoro :
Hak adalah
kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun
juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.
Menurut Prof Notonagoro
:
Wajib adalah
beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu
oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
Kewajiban adalah
sesuatu yang harus dilakukan.
Sehingga secara umum, hak
dan kewajiban dapat didefinisikan sebagai :
Hak : Sesuatu
yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita
sendiri.
Contoh : Hak
mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban : Sesuatu
yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : Melaksanakan
tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik
baiknya dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda disini