Sabtu, 14 September 2013

HAK MILIK TANAH DI PEGUNUNGAN BINTANG BELUM DIATUR DENGAN BAIK




Saturday, 07 September 2013 14:32
Penulis: Salmon Wasini
Mahasiswa STPMD APMD Yogyakarta

Tanah adalah aset berharga yang dimiliki setiap suku bangsa di dunia, entah orang miskin atau orang kaya memiliki tanah sebagai hak ulayat yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangnya. Zaman sekarang tanah diperjual belikan untuk berbagai kepentingan. Bagi suku bangsa Papua, tanah adalah harta kekayaan yang paling utama dan terutama yang diwariskan untuk anak cucunya secara turun temurun. Tanah dibagi berdasarkan suku dan marga-marga, sehingga wajib dijaga dan kelolah untuk melangsungkan kehidupannya.
Menurut ideologis yang sering digunakan oleh parah ahli ilmu tanah. Pengertian Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan tersebut. Untuk lebih memfokuskan pada pokok pembahasan, maka akan berlaku dalam hukum positif bangsa Indonesia yaitu dalam Hukum Adat dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Adapun pengertian dan macam-macam hak atas tanah yang akan diuraikan berikut ini hanya terbatas pada hal-hal pokok. 1. Hak Atas Tanah: Dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) tertulis bahwa : Atas dasar menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai baik secara sendirian maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum, di mana hak atas tanah ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah-tanah yang bersangkutan sedemikian rupa, begitu pula bumi dan air serta ruang udara di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 2. hak ulayat adalah : Hubungan hidup antara umat manusia yang teratur susunannya dan bertalian satu sama lain di satu pihak dan tanah di lain pihak, yaitu tanah di mana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya yang di mana mereka meresap daya-daya hidup termasuk juga hidupnya umat itu dan karenanya tergantung dari padanya yang dirasakan dan berakar dalam alam pikirannya yang berpasangan. Dengan demikian saya menyarankan kepada seluruh masyarakat aplim apom bahwa,tolong diatur dan dikelolah baik supayah generasi yang akan datang tidak mengalami kesulitan,sebab hal tersebut kalau tdk dilakukan maka dampaknya sangat besar bagi generasi penerus atau ahli waris yang akan datang akan mengalami kesulitan nantinya. Hak atas tanah menurut UU PA, pasal 16 ayat (1) dengan jelas tertulis macam-macam hak atas tanah yang dapat dimiliki baik secara sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain. Hak tersebut adalah : 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai 5. Hak Sewah 6. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan 7. Hak Bersifat Sementara 1) Hak Milik Pengertian hak milik berdasarkan ketentuan UUPA khususnya dalam Pasal 20 tertulis bahwa: “Hak milik adalah hak turun – temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”. Hak milik itu sendiri berdasarkan ayat 2 pasal ini menyatakan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak milik sifatnya mutlak tidak terbatas atau tidak dapat diganggu gugat tetapi hak tersebut harus pula memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Dalam penjelasan UUPA bahwa hak milik tersebut terkuat dan terpenuh artinya adalah agar hak milik dapat dibedakan dengan hak atas tanah lainnya dan juga untuk menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki seseorang, hak miliklah yang paling kuat dan terpenuh. 2) Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengatakan bahwa : Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 29 guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Jadi hak guna usaha dalam hal ini hanya semata-mata diperuntukkan bagi suatu kegiatan produksi tertentu serta mempunyai batas waktu tertentu dalam pengelolaannya. 3) Hak Guna Bangunan Dalam Pasal 35 mengatur tentang Hak Guna Bangunan yang dinyatakan bahwa : “Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan memperoleh bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun”. Hak Guna Bangunan berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa hanya diperuntukkan dalam hal mendirikan dan mempunyai bangunan. Mendirikan berarti membuat bangunan baru atau membeli bangunan yang berdiri di atas hak guna bangunan. 4) Hak Pakai Pengertian hak pakai menurut Pasal 41 UUPA adalah sebagai berikut : Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini. Ketentuan pasal tersebut di atas menjelaskan bahwa, setiap orang diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan baik secara cuma-cuma dengan pembayaran ataupun dengan pemberian berupa jasa akan tetapi tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 5) Hak Sewa Hak sewa dalam UUPA secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan bahwa : Seseorang atau badan hukum yang mempunyai hak sewa atas tanah. Apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sewa. Pembayaran sewa dapat dilakukan : a. Satu kali atau pada tiap waktu-waktu tertentu. b. Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. Mengenai prosedur untuk memperoleh hak sewa tersebut harus melalui suatu perjanjian yang dibuat dihadapkan notaris atau camat setempat sehingga memiliki dasar hukum.
Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia, kemudian pengaruh budaya luar masuk di Papua khususnya Pegunungan Bintang, berdampak positif terhadap seluruh aspek kehidupan. Misalnya masyarakat lebih terbuka dan dapat bersosialisasi dengan lingkungan global, kemudian disisi lain budaya asli terkikis habis oleh pengaruh luar. Untuk generasi muda sekarang, kelahiran tahun 1980 keatas tidak tahu tentang silsilah keturunan serta hak ulayat tanah atas marganya, sehingga hal ini menjadi titik kelemahan. Tanah dimanfaatkan oleh orang-orang yang bukan pemilik hak ulayat tanah tersebut. Diperparah lagi dengan kebiasaan masyarakat berpindah-pindah tempat. Sebenarnya masyarakat Pegunungan Bintang mempunyai hirarki atau sil-sila keturunan yang jelas, serta pembagian hak ulayat tanah, tetapi rata-rata masyarakat tidak memahami akan hal tersebut, akhirnya masyarakat selalu menggunakan tanah orang lain, seolah-olah sebagai pemilik tanah. Dimana nenek moyangnya pertama membuka lahan kebun, tempat berburuh, tempat tinggal, mereka mengklaim tanah tersebut adalah hak bagi anak cucunya, walaupun menurut sejarah penciptaan dan pembagian hak ulayat itu bukan milik marga atau sub marga mereka.
Dari lembaga adat sudah memetahkan silsilah keturuan serta hak ulayat setiap marga dan sub marga tetapi belum disosialisasikan dengan baik, kemudian masyarakat sendiri juga tidak pernah menyadari akan hal ini. Menyadari akan pentingnya pengamanan akan hak milik tanah, maka pemerintah segera membuka kantor Agraria (Pertanahan). Dengan adanya kantor tersebut, pihak pertanaan akan membuat sertifikat tanah sebagai dasar hukum bagi pemiliknya. Menentukan hak milik tanah atas rekomendasi lembaga adat sebagai perwakilan seluruh masyarakat adat. Akan tetapi berdampak juga bagi keponakan/peranakan tidak mendapat bagian sebagai pemilik tanah, karena merujuk pada pola pewarisannya maka harus mengikuti garis keturunan Bapa. Melihat kondisi ini, maka perlu ada sosialisasi dikalangan masyarakat umum agar mereka bisa memahami dan disadari oleh setiap orang Aplim Apom.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda disini