BAB 5
TEKNIK SAMPLING
A. Pengertian Sampling
Kita tahu bahwa
dalam statistika inferensial berusaha mengetahui
tentang karakteristik populasi, yang pada umumnya dilakukan bedasarkan pada
data sampel yang diambil dari populasi yang bersangkutan. Populasi ialah jumlah
keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya (karakteristiknya) akan di
duga. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil
penghitungan maupun hasil pengukuran,
kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai
sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Sedangkan seluruh populasi dalam
wilayah penelitian disebut populasi sasaran. Dalam setiap penelitian populasi
yang dipilih erat hubungannya dengan masalah yang dipelajari. Sedangkan sampel
adalah sebagian yang diambil dari populasi. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan cara-cara tertentu disebut
teknik sampling.
B. Alasan Sampling
1. Ukuran
populasi
Ada
dua macam ukuran populasi yaitu terhingga dan tak terhingga.
Populasi
terhingga merupakan populasi yang memiliki sumber data yang jelas
batasan-batasannya secara kuantitatif. Misalnya, jumlah murid (remaja) SLTA di
Yogyakarta pada tahun 2008 sebanyak 150.000 siswa, terdiri dari 78.000 murid
putera dan 72.000 murid puteri
Populasi tak
terhingga merupakan populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat
ditentukan batasan-batasannya secara kuantitatif. Oleh karena itu luas populasi
bersifat tak terhingga dan hanya dapat dijelaskan secara kualitatif. Misalnya:
populasinya seluruh murid SLTA di Yogyakarta.
Dalam hal ini populasi tidak ditentukan murid SLTA pada tahun tertentu.
2.
Masalah biaya. Semakin besar ukuran populasi semakin
banyak pula biaya yang diperlukan sehingga pengambilam sampel merupakan
satu-satunya pilihan.
3.
Masalah Waktu
Sampling dapat menghemat waktu karena dapat
dilakukan dalam tempo yang singkat.
4. Mempercepat pengumpulan data
Sampel membantu mempercepat proses pengumpulan
data terpilih dari keseluruhan populasi dan juga dapat menghemat biaya.
5.
Masalah Ketelitian
Salah satu segi
agar kesimpulan cukup dapat dipertanggungjawabkan ialah masalah ketelitian. Data harus benar dan pengumpulannya harus
dilakukan dengan benar dan teliti.
6. Faktor Ekonomis. Yang dimaksud dengan
faktor ekonomis di sini diartikan apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan
dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan.
C. Penentuan besarnya sampel
Ada 4
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu
penelitian.
1. Derajat
keseragaman dari populasi.
Makin seragam populasi itu, makin
kecil sampel yang dapat diambil. Apabila populasi itu seragam sempurna., maka
satu-satuan elementer saja dari seluruh populasi itu sudah representative untuk
teliti. Sebaliknya apabila populasi itu secara sempurna tidak seragam, maka
hanya pencacahan lengkaplah yang dapat memberikan gambaran yang representatif.
Yang dimaksud dengan sampel representatif adalah sebuah sampel memiliki
karakteristik sama atau mendekati sama dengan populasi dari mana sampel
tersebut diambil.
2.
Pressisi
yang dikehendaki dari penelitian.
Makin tinggi tingkat presisi
yang di kehendaki, makin besar ukuran sampel yang diambil. Jadi sampel yang
besar cenderung memberikan penduga yang lebih mendekati nilai sesungguhnya.
3. Rencana
analisa.
Ada kalanya, besarnya sampel sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang
dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan teknik analisis yang digunakan
kemungkinan ukuran sampel tersebut kurang mencukupi.
4. Tenaga,
biaya dan waktu
Kalau
menginginkan presisi yang tinggi, maka ukuran sampel harus besar. Tetapi
apabila dana, tenaga dan waktu terbatas, maka tidaklah mungkin untuk mengambil
sampel yang besar dan ini berarti presisinya akan menurun.
Walaupun besarnya sampel yang
harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan atas keempat pertimbangan
diatas, tetapi agar dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga, maka seorang
peneliti harus dapat memperkirakan besarnya sampel yang diambil sehingga
presisinya dianggap cukup untuk menjamin tingkat kebenaran hasil penelitian.
Jadi penelitian sendirilah yang menentukan tingkat presisi yang dikehendaki
yang selanjutnya berdasarkan presisi tersebut dapat menentukan besarnya ukuran
sampel.
Ukuran sampel
Ukuran sampel atau
jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian
yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif.
Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan
menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau
jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih
bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel,
selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh
pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya,
waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak
seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang
harus diambil. Jika rencana analisisnya
mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di
samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti
juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar
tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan
SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang
dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu
dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik
(manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan
populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus
diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?.
Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas
1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar
100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka
sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk
penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional,
paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen
per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan
Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran
(1992) memberikan pedoman penentuan
jumlah sampel sebagai berikut :
1.
Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.
Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel
(laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3.
Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi
multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari
jumlah variable yang akan dianalisis.
4.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan
pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan
Morgan (1970) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan besarnya sampel
seperti dalam tabel halaman berikut:
Tabel Krejcie
dan Morgan (1970): Penentuan Besarnya
Sampel
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
10
|
10
|
220
|
140
|
1200
|
291
|
15
|
14
|
230
|
144
|
1300
|
297
|
20
|
19
|
240
|
148
|
1400
|
302
|
25
|
24
|
250
|
152
|
1500
|
306
|
30
|
28
|
260
|
155
|
1600
|
310
|
35
|
32
|
270
|
159
|
1700
|
313
|
40
|
36
|
280
|
162
|
1800
|
317
|
45
|
40
|
290
|
165
|
1900
|
320
|
50
|
44
|
300
|
169
|
2000
|
322
|
55
|
48
|
320
|
175
|
2200
|
327
|
60
|
52
|
340
|
181
|
2400
|
331
|
65
|
56
|
360
|
186
|
2600
|
335
|
70
|
59
|
380
|
191
|
2800
|
338
|
75
|
63
|
400
|
196
|
3000
|
341
|
80
|
66
|
420
|
201
|
3500
|
346
|
85
|
70
|
440
|
205
|
4000
|
351
|
90
|
73
|
460
|
210
|
4500
|
354
|
95
|
76
|
480
|
214
|
5000
|
357
|
100
|
80
|
500
|
217
|
6000
|
361
|
110
|
86
|
550
|
226
|
7000
|
364
|
120
|
92
|
600
|
234
|
8000
|
367
|
130
|
97
|
650
|
242
|
9000
|
368
|
140
|
103
|
700
|
248
|
10000
|
370
|
150
|
108
|
750
|
254
|
15000
|
375
|
160
|
113
|
800
|
260
|
20000
|
377
|
170
|
118
|
850
|
265
|
30000
|
379
|
180
|
123
|
900
|
269
|
40000
|
380
|
190
|
127
|
950
|
274
|
50000
|
381
|
200
|
132
|
1000
|
278
|
75000
|
382
|
210
|
136
|
1100
|
285
|
1000000
|
384
|
Sebagai informasi lainnya, Champion
(1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan
rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan
sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari
120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk
menerapkan uji statistik.
D. Teknik Sampling
Pada dasarnya ada 2 macam teknik
pengambilan sampel yaitu:
1.
Pengambilan sampel secara acak (random) atau biasa juga
disebut random sampling atau probability sampling.
2. Pengambilan sampel yang bersifat tidak
acak dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Berikut ini
adalah macam-macam/ jenis-jenis pengambilan sampel yang dapat diterapkan :
1. Pengambilan sampel acak sederhana
Sampel acak sederhana ialah sebuah sampel
yang diambil sedemikian rupa sehingga
tiap unit penelitian atau satuan elementary dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jelasnya sampel acak sederhana itu
merupakan sampel kesempatan (probability
sampling) sebagai hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif.
Ada 2 metode pengambilan sampel acak
sederhana yaitu:
- Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Penggunaan cara ini tidak praktis apabila populasinya besar, karena hampir tidak mungkin untuk mengocok dengan seksama karena seluruh gangguan ketas undian dan manusia selalu cenderung memilih angka-angka tertentu.
b.
Dengan
mengundi tabel angka acak (random)
Metode pengambilan sampel acak sederhana
ini dipergunakan orang pada dua keadaan yaitu:
1) Apabila hanya diketahui nama atau
identifikasi dari satuan elementer dalam populasi yang akan diteliti.
2) Apabila tidak didapatkan metode
pangambilan sampel lain yang lebih efisien dari metode ini.
Secara singkat dapat
dikatakan bahwa dalam mempergunakan metode
sampling acak sederhana ini, beberapa syarat perlu dipenuhi diantaranya
:
1). Harus tersedia daftar kerangka sampling.
2). Sifat populasi harus homogen.
3). Keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara
geografis.
2. Pengambilan sampel sistematis (systematic sampling)
Sampel
sistematis ialah suatu metode pengambilan sampel di mana hanya unsur pertama
saja dari sampel dipilih secara acak sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih
secara sistematis menurut satuan pola tertentu.
Metode ini dapat dijalankan pada dua keadaan
yaitu:
a. Apabila mana atau idantifikasi dari
satuan-satuan elementer dalam populasi itu terdapat dalam suatu daftar
(kerangka sampling) sehingga satuan-satuan tersebut dapat diberi nomer urut.
b. Apabila populasi itu mempunyai pola
beraturan seperti blok-blok dalam kota atau rumah-rumah pada suatu jalan.
Blok-blok atau rumah-rumah itu dapat diberikan nomer urut.
Sampel sistematis sering menghasilkan kesalahan
sampling yang lebih kecil disebabkan anggota sampel memancarkan secara merata
diseluruh populasi, misalnya penelitian mengenai pengguna mobil pribadi. Di
sebuah lingkungan perkotaan terdapat 100 blok lingkungan perumahan (1, 2, 3,
...100), disetiap blok diambil 2-3 sebagai sampel, yang kemudian sampel yang
diambil tersebut dilakukan penelitian mengenai pengguna mobil pribadi.
3.
Pengambilan sampel acak distratifikasi (stratified random sampling)
Ada 3 syarat
yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan metode pengambilan sampel acak
distratifikasi ini yaitu:
a. Harus ada kriteria yang jelas yang akan
dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ini dalam
lapisan-lapisan.
b. Harus ada data pendahuluan dari populasi
mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi.
c. Harus diketahui dengan tepat jumlah
satuan-satuan elementer dari tiap lapisan dalam populasi itu.
Keuntungan menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
a. Semua ciri-ciri yang heterogen dapat
terwakili.
b. Kemungkinan bagi peneliti untuk meneliti
hubungan antara satu lapisan dengan lapisan yang lain begitu juga
memperbandingkannya.
4. Pengambilan sampel gugus sederhana (simple cluster sampling)
Dalam
praktek kita sering kali dihadapkan dengan kenyataan dimana kerangka sampel (sampling frame) yang digunakan untuk
dasar pemilihan sampel tersebut terlalu tinggi. Untuk mengatasi hal
tersebut maka unit-unit analisa dalam populasi digolongkan ke dalam gugus-gugus
yang disebut clusters dan ini akan merupakan satuan-satuan dari manasampel akan
diambil. Jumlah gugusan yang diambil sebagai sampel harus secara acak hingga
kemudian untuk unsure-unsur penelitian dalam gugusa tersebut diteliti semua.
Keuntungan dari metode ini ialah tidak
diperlukannya daftar kerangka sampling dengan unsur-unsurnya, tetapi
keburukannya ialah sangat sulit untuk menghitung standar kesalahannya. Contoh :
untuk mengetahui pendapatan perbulan suatu keluarga maka suatu desa dibagi
menjadi beberapa duku, dan duku tersebut kita jadikan sebagai gugus yang kita
ambil sempelnya dan sempel tersebut dipilih secara acak.
5. Pengambilan sampel gugus bertahap (dua
atau lebih)
Menurut
Palte (1978:20) metode ini sering tidak dipergunakan karena analisanya sangat
sulit sehingga dalam praktek sulit untuk menentukan berapa sampel yang harus
diambil baik mulai tahap pertama maupun sampai tahap akhir.
6.
Pengambilan sampel wilayah (area sampling)
Cara ini dalam pengambilan sampel bagi
populasi yang tidak dapat di buat kerangka sampelnya ialah dengan pengambilan
sampel wilayah (area sampling).
Untuk ini dibutuhkan peta atau
potret udara yang cukup jelas dan terinci
dari wilayah yang akan diteliti.
Cara pengambilan sampel
seperti ini kita memilih sub grup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel
yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat-sifat populasi. Jadi
dalam hal ini kita harus mengetahui terlebih dahulu sifat-sifat populasi
tersebut dan sampel yang akan ditarik diusahakan supaya mempunyai sifat-sifat
seperti populasi. Kelemahan dari sempel ini adalah jumlah individu setiap
wilayah yang terpilih tidak sama. Sedangkan kelebihannya adalah pelaksanaan
lebih mudah dan biaya lebih rendah. Contohnya : kita mengambil sempel di suatu wilayah, tetapi
jika wilayah tersebut masih terlampau luas maka wilayah tersebut akan dibagi
lagi sehinggga akan diperoleh sempel yang diperlukan.
Beberapa macam sampling untuk mendapatkan sampel representatif
Cara
pengambilan sampel acak baik digunakan untuk populasi homogen, ialah populasi
yang anggotanya berada di bawah penyebab yang sama. Homogen di sini diartikan serupa dengan
kualitatif. Sedangkan untuk populasi yang heterogen, harus digunakan cara lain
di antaranya:
1.
Sampling berstrata atau sampling petala
2.
Sampling proporsional
3.
Sampling klaster
- Sampling Petala & Sampling Proporsional
Jika populasi heterogen,
biasanya akan lebih baik dibuat menjadi beberapa strata atau petala atau
lapisan. Pembuatan petala ditentukan berdasarkan karakteristik tertentu
sehingga petala itu menjadi homogen. Dari setiap petala lalu diambil secara
acak anggota-anggota yang diperlukan, atau dikatakan secara lain, dilakukan
pengacakan di dalam setiap petala, gabungan anggota-anggota yang didapat akan
membentuk sebuah sampel petala.
Apabila
pengambilan anggota dari tiap petala tidak dilakukan secara acak, melainkan
dengan cara lain maka terjadilah sampling kuota. Sampling petala biasanya
diperbaiki lagi dengan menggunakan cara proporsional. Dengan ini dimaksudkan
bahwa banyak anggota dari setiap petala diambil sebanding dengan ukuran tiap
petala. Cara ini dinamakan cara sampling acak proporsional dan sampelnya
dinamakan sampel acak proporsional.
- Sampling Klaster
Dalam sampling ini, populasi
dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau klaster. Secara acak klaster-klaster
yang diperlukan diambil dengan proses pengacakan. Setiap anggota yang berada di
dalam klaster-klaster yang diambil secara acak tadi merupakan sampel yang
diperlukan.
Selain sampling di atas, masih ada sampling yang
lainnya, seperti:
a.
Sampling sistematis
Dalam sampling ini, anggota sampel diambil dari
populasi pada jarak interval waktu, ruang atau urutan yang uniform. Jika
populasi berukuran N dan sampel beranggotakan n, maka jarak interval besarnya
(N/n).
b.
Sampling ganda
Dalam sampling ganda, penelitian dilakukan dimulai
dengan menggunakan sebuah sampel yang ukurannya relatif kecil. Berdasarkan ini
kesimpulan mengenai populasi diadakan. Jika hasilnya telah memenuhi kriteria
yang telah ditentukan maka sampling berhenti dan kesimpulan dibuat. Jika tidak,
sampel yang kedua diambil dan digabungkan dengan yang pertama. Kesimpulan
kemudian dibuat berdasarkan sampel gabungan ini. Sampling ini banyak digunakan
dalam statistika industri untuk pengontrolan kualitas.
c.
Sampling multiple
Perluasan dari sampling ganda ialah sampling
multiple. Dalam hal ini pengambilan sampel dilakukan lebih dari dua kali dan
tiap kali digabungkan menjadi sebuah sampel. Pada tiap gabungan analisis
dilakukan lalu kesimpulan diadakan dan sampling berhenti apabila hasilnya sudah
memenuhi kriteria yang telah direncanakan.
d.
Sampling Sekuensial
Sampling ini
sebenarnya juga sampling multiple. Perbedaannya ialah dalam sampling sekuensial
tiap anggota sampel diambil satu demi satu dan pada tiap kali selesai mengambil
anggota, analisis dilakukan lalu berdasarkan ini kesimpulan diadakan: Apakah
sampling berhenti ataukah dilanjutkan.
Kekeliruan sampling dan kekeliruan non sampling
1.
Kekeliruan sampling
Kekeliruan
ini timbul disebabkan oleh kenyataan adanya pemeriksaan yang tidak lengkap
tentang populasi dan penelitian hanya dilakukan berdasarkan sampel.
2.
Kekeliruan non sampling
Beberapa penyebab terjadinya kekeliruan non sampling adalah:
a. Populasi tidak didefinisikan sebagaimana
mestinya.
b.
Populasi
yang menyimpang dari populasi yang seharusnya dipelajari.
c. Kuesioner tidak dirumuskan sebagaimana
mestinya.
d. Istilah-istilah telah didefinisikan secara
tidak tepat atau telah digunakan tidak secara konsisten.
e. Para responden tidak memberikan jawaban
yang akurat.
Selain itu,
kekeliruan non sampling bisa terjadi pada waktu mencatat data, melakukan
tabulasi dan melakukan perhitungan-perhitungan. Kekeliruan ini dapat
menimbulkan kesulitan-kesulitan pada penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda disini