Jumat, 29 November 2013

PENGELOLAAN PENDIDIKAN DASAR DALAM KONTEKS DESENTRALISASI PENDIDIKAN






Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa demi mewujudkan adil dan makmur, maka dilakukan berbagai hal yang tentunya mendukung tercapainnya adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia adalah tidak segampang wacana dan kertas, namun dilakukan gerakan aksi nyata di lapangan dan tentunya disamaratakan seluruh nusantra tanpa tendensi-tendensi politis, tendensi budaya popular, hegemoni budaya, politik dan lainnya. Sekedar verbalisme tanpa aktivisme adalah sebuah hal yang sia-sia. Sehingga diwujudnyatakan dalam tindakan.
Adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, kini tinggal kenangan. Keadilan di negeri ini sudah tidak ada lagi. Keadilan hanya bagi penguasa pemerintahaan dan para korporat. Sedangan bagi rakyat adalah tinggal kenangan. Mereka (rakyat) hanya menjadi budak para korporat dan penguasa Negara. Hukum hanya milik mereka penguasa, hanya untuk para pejabat Negara. Sedangkan keadilan hukum bagi rakyat kecil, kaum miskin dan tertindas hanyala ucapan jempol belaka.
Makmur, hanyala sebuah kata yang diucapkan oleh para politikus dan penguasa pada saat kampanye. Verbalisme dan aktifisme (realisasi atas verbalisme) adalah dua kata yang kontradiksi. Manusia sebagai subjek atas kedua kata tersebut menjadi bimbang dan hanya kenangan gula-gula politik para penguasa.
Adil dan makmur di negeri ini mati suri. Rakyat menjadi budak para kapitalis, oportunis sampai pada politik dinasti yang menyebabkan negeri ini porak porandakan semua dimensi kehidupan, sehingga tidak terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Rakyat menjadi korban. Korban hegemoni budaya, ekonomi, sosial-politik. Budaya luar menjadi tren di Indonesia, sedangkan budaya lokal ditindas dan tidak digunakan oleh rakyat, sehingga Negara tetangga, Malaysia dengan seenaknya mengambil budaya Indonesia untuk menjadikan sebagai budayannya. Hal ini merupakan salah satu kasus hegemoni budaya dan hilangnya kebudayaan masyarakat setempat.
Impelementasi pengelolaan pendidikan dasar di Indonesia, menemui berbagai kendala teknis di lembaga pemerintahaan sampai pada pelaksanaan di lapangan, sehingga berdampak pada ketidakonsistenan pelaksanaan pendidikan dasar. Hal tersebut seperti Bank Dunia melaporkan berikut ini.
Pertama, institusi-instiusi pemerintahaan yang mengelola pendidikan dasar sanggat rumit dan kurang terorganisasi, yaitu Depdiknas, Depdakri dan Depag. Depdiknas bertanggungjawab atas materi pendidikan dan mutu teknis pendidikan seperti kurikulum, sertifikasi dan kualifikasi guru, ujian siswa, penilaian buku teks dan kelayakan bahan ajaran.
Sedangkan Depdagri bertangungjawab tentang ketenagaan, pengadaan saran/ para sarana dan sumber daya pendidikan lainnya, termasuk rekrutmen tenaga guru, pembangunan gedung sekolah, dan segala aspek fisik sekolah. Kemudian Depag bertangungjawab atas sekolah-sekolah keagamaan baik berstatus negeri maupun swasta.
Kedua, berbeda dengan jenjang SD pengelolaan SMP sepenuhnya dilakukan oleh depdiknas, sehingga tidak terjadi tangungjawab ganda di mata pihak sekolah. Namun kebijakan pendidikan pada jenjang SMP sangat sentralistik sementara invansi vetikal di daerah hanya melaksanakan tugas petunjuk pusat. Menyangkut pembiayaan pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat. Pada hal, idealnya, pemerintah daerah sepenuhnya membelanjakan.
Ketiga, anggaran pendidikan dikelola secara kaku dan terkotak-kotak, baik jenis anggarannya maupun instansi yang menangganinya. Anggaran rutin (DIK) untuk pendidikan disiapkan oleh tiga instansi, Depkeu, Depdiknas, dan Depdagri. Sementra itu, banyak instansi pemerintahan yang dikelola diantaranya Depkeu, Bappenas, depdiknas, depdagri, dan depag dan di pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.
Keempat, manajemen pada tingkat sekolah yang tidak efektif. Ketidakefektifan di tingkat sekolah memicu ketidakonsistenan dalam pelaksanaan dan pengelolaan dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah pusat terkait dengan pelaksanaan pendidikan dasar di seluruh Indonesia.
Secara rinci bank dunia melaporkan bahwa pendidikan nasional di Indonesia komplesk dan sentralistik, serta tidak efisiennya pengelolaan tingkat sekolah yang terutama disebabkan oleh keterbatasan otonomi dan kemampuan manajerial/ kepemimpinan kepala sekolah, merupakan kendala utama wajib belajar pendidikan dasar di Indonesia.
Dengan demikian, atas dasar itu, laporan bank dunia, pemerintah Indonesia melakukan efaluasi besar-besaran. Dari hasil efaluasi tersebut kemudian hasilnya merekomendasikan kepada pemerintah untuk ditetapkan. Hasil kerja (pokja) kemudian menetapkan dengan konsep pendidikan desentralisasi pendidikan, terutama dalam konteks pendidikan dasar. Pendidikan dasar adalah mencakup sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), dan berlaku untuk seluruh Indonesia.
Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahaan kepada daerah sehingga wewenang dan tangungjawab sepenuhnya menjadi tangungjawab daerah, termasuk didalamnya penentuan kebijakan prencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan dan aparatnya.
Ranis (1994) pemerintah pusat menyerakhkan kekuasaan kepada pengambil keputusan di tingkat daerah.
Dengan demikian, desentralisasi merupakan suatu proses dimana semua kewenangan, kebijakan, tugas, proses, implementasinya diberikan dari lembaga pemerintahan dan maupun non lembaga pemerintahan yang lebih tinggi (lembaga penguasaan yang lebih berkuasa) memberikan hak penuh kepada lembaga pemerintahan dan atau non pemerintahan yang lebih rendah untuk selanjutnya dapat menjalankan sesuai dengan tupoksi masing-masing lembaga baik lembaga adat, lembaga pemerintah, lembaga agama.
Secara umum tujuan desentralisasi adalah untuk (1) mengurangi beban pemerintah pusat dan campurtangan tentang masalah-masalah kecil di tingkat lokal, (2) meningkatkan penegrtian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan social ekonomi, (3) menyusun perbaikan perbaikan social ekonomi pada tingkat lokal yang lebih realistis, (4) melatih rakyat untuk mengatur urusannya sendiri, (5) membina kesatuan nasional.
Dalam rangka implementasi pendidikan dasar, pemerintah menetapkan berbagai regulasi. Regulasi tersebut menjadi landasan hukum, sehingga dalam pelaksanannya tidak terjadi hambatan. Dan tentunya, mendorong terwujudnya harapan bangsa dan Negara.
UU No. 5 tahun 1974
Urusan SDM dan keuangannya diatur oleh Daerah, sedangkan urusan-urusan pemerintah umum tidak diperbolehkan seperti ketentraman dan ketertiban, politik, koordiansi, pengawasan dan lainnya.
Peraturan pemerintah No. 8 Tahun 1995
Mengatur tentang sebagian urusan pemerintah diserahkan kepada 26 Dati II percontohan. Urusan-urusan yang diberikan diantarnya pertanian, peternakan, perikanan darat, perkebunan transmigrasi dan pembinaan perambah hutan, sosaol, koperasi, dan lainnya.
Peraturan pemerintah No. 65 tahun 1951.
Melalui PP No. 65 Tahun 1951 sebagian urusan pemerintah pusat di lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan diserahkan kepada provinsi. Provinsi yang dimaksud hanya meliputi 7 provinsi, yaitu Jawa Timur, DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara. Selain itu, provinsi lain urusan pendidikan dan kebudayaan masih dilaksanakan oleh Pusat.
Selanjutnya PP No. 65 Tahun 1951 diberlakukan untuk seluruh provinsi di Indonesia melalui daerah.
PP No. 28 Tahun 1990
Dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, sistem pendiidkan perluh untuk di tata dan dikembangkan dengan baik. 1989 ditetapkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Penjabaran UU ini dituangkan dalam PP No. 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar.
Kepmendikbud No. 0128/o/1995
Mengatur tentang organisasi dan tata kerja kantor inpeksi depdikbud kabupaten dati II percontohan. Tujuan: mengantisipasi kesenjangan yg mungkin terjadi dalm pengalihan tugas-tugas, seperti pembinaan sekolah dasar.
Sudah sangat jelas pelaksanan pendidikan dasar di seluruh daerah di Indonesia. Pemerintah pusat sepenuhnya telah menyerahkan kewenangan kepada daerah didukung dengan produk hukum yang jelas pula. Regulasi tersebut sangat membantu bagi penyelenggara pendidikan dasar di daerah. Saya rasa pemerintah daerah tidak ragu untuk dilakukan, namun pemerintah daerah (pejabat terkait) terjadi berhanggapan bahwa masi dikendalikan oleh pemerintah pusat dan bertentangan dengan perundang-undangan yang lain.
Bagaimana dengan Papua?
Semangat UU otonomi khusus bagi provinsi Papua dan provinsi Papua Barat dan berbagai regulasi yang disebutkan di atas saya rasa amat sangat jelas bahwa pelaksanaan pendidikan dasar di Papua sangat tidak bertentangan. Seerti disebutkan dalam UU Otsus tentang pendidikan dan kebudayaan yang tertera pada pasal 56.57,58 dengan jelas dan tegas mengatakan demikian. Tergantung bagaiman pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten membuat Perdasi dan perdasus untuk implementasi regulasi ini.
Dalam rangka implementasi regulasi yang dibuat oleh pemerintah indonsia (pemerintah pusat), pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota membuat peraturan pemerintah (PP) atau perdasi dan perdasus untuk dapat dilaksakan agar dirasakan oleh seluruh rakyat Papua. hal ini sangat penting karena selama ini regulasi yang dibuat hanya sebatas wacana dalam kertas, sedangkan diimplementasikan di lapangan belum nampak. Akibat dari belum adanya implementasi regulasi tersebut, masyarakat secara umum melakukan hal-hal yang bertentangan dengan produk UU yang ada.
Para pemangku kepentingan di daerah perluh ada pemahaman khusus tentang bagaimana menterjemahkan regulasi yang ada, demi menunjang program yang sudah di prioritaskan. Bahasa daerah misalnya, suda jelas diatur dalam UU Otsus, pada pasal 58, poin 3 menjelaskan demikian. Bahwa Bahasa daerah menjadi bahasa pengantar di sekolah dasar. Sekolah dasar maksud di sini adalah SD, SMP dan sederajat.
Pengelolaan pendidikan dasar di Papua saya rasa belum sepenuhnya dilaksanakan. Dinas terkait masih pontang panting, miaslnya di Kabupaten Pegunungan Bintang belum ada regulasi yang jelas menyangkut mendukung pengelolaan pendidikan dasar. Saya rasa dinas terkait libatkan para akademisi dan para pemangku kepentingan untuk menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan pendidikan dasar agar bias terwujd. Misalnya bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di semua jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Badan ini menyususn buku tentang pelajaran bahasa daerah, kurikulum dan lannya. Pemerintah dan legislative terlibat secara langsung menyusun pedoman pembelajaran ini. Sehingga seluruh masyarakat di Pg.Bintang merasakan kebijakan pemerintah tentang bahasa daerah sebagai salah satu mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar. Semoga!


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda disini