|
AGUS UROPKA |
PENGERTIAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya
disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir
8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus
dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau
Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah
dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat
dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk
setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah
anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang
melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran
tersebut.
FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERA
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut
:
1.
Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2.
Fungsi
Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3.
Fungsi Pengawasan : Anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.
Fungsi Alokasi : Anggaran daerah diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5.
Fungsi Distribusi : Anggaran daerah harus
mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6.
Fungsi Stabilisasi : Anggaran daerah harus
mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah
yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi
penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1.
Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan
dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2.
Universalitas : Azas ini mengharuskan agar
setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3.
Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya
anggaran untuk suatu tahun tertentu
4.
Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit
anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5.
Akrual
: Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran
yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang
seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada
kas
6.
Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu
tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke
Kas Daerah
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU
Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat-¬lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum
dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
STRUKTUR APBD
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
1. Pendapatan Daerah
2. Belanja Daerah
3. Pembiayaan
Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus
anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit
anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit
anggaran.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
1) pajak daerah;
2) retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan;
(3) jasa giro;
(4) pendapatan bunga;
(5) tuntutan ganti rugi;
(6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing; dan
(7) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
c. Dana Perimbangan; terdiri dari :
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum (DAU), dan
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
5) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana
darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang
merupakan bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan
berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat,
dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi
semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana
lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan
pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah
daerah.
Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi,
kekhasan, dan potensi keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib
tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja
dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib
pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan
kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi
disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja
menurut fungsi terdiri dari:
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut
kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk
tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja
menurut jenis belanja terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran.
PENYUSUNAN APBD
A. SIKLUS ANGGARAN
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah
melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara
garis besar terdiri dari:
1. Penyusunan dan Penetapan APBD;
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap
tahun dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah
yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam
APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dianggarkan secara bruto dalam APBD.
B. PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan
kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan
kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang
penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan
atas beban APBD provinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD
kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam
APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan
kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu
kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan
menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang
mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan
dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah
mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun
anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2. Kebijakan Umum APBD
Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu
menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan
APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD
yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah dengan pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran
berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari
program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap
urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang
mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan
pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA
yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator
pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan
Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan
bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD tahun anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia
anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi
KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun
rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS
tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan
pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing
program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk
dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS
yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir
bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan
yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam
hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal
kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan
surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan
kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah
tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD
berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan
kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD
terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi
dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja;
dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening
APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan
paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman
penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi
kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan
dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan
kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses
perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan
SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari
kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD
mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran
sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi
tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan
dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau
diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari
tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun
terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya
harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
a. indikator kinerja.
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan
kegiatan yang direncanakan.
b. capaian atau target kinerja.
Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud
kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program
dan kegiatan.
c. analisis standar belanja.
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan
biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. standar satuan harga.
Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang
berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. standar pelayanan minimal.
Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program
dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci
sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan
maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan
pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan
dicapai dari program dan kegiatan.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas
lebih lanjut oleh TAPD.
5.
Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya,
berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan
Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian
antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun
anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja,
indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar
satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan
kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD
melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD
disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a.
ringkasan APBD;
b.
ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c.
rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja dan
pembiayaan;
d.
rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program
dan kegiatan;
e.
rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam
kerangka pengelolaan keuangan negara;
f.
daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g.
daftar piutang daerah;
h.
daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i.
daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j.
daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k.
daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran
ini;
l.
daftar dana cadangan daerah; dan
m.
daftar pinjaman daerah.
Bersamaan
dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a.
ringkasan penjabaran APBD
b.
penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat
penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang
direncanakan, tarif pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok
ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c.
untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan
dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada
kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum
disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi
rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan
APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
6.
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan.
Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk
mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD
masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman
pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan
DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan
program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala
daerah.
Apabila
DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak
menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai
keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap
bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang
dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah
dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang
bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan
Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan
kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah
tentang Penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan
organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan
keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap
daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset
lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang
belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD
yang menandatangani persetujuan bersama.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan
gubernur bagi kabupaten/kota.
Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan
keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD.
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan
rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah
pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk
kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana
pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi
hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.
7. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan
terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan
pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian
pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan
aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil
evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan
berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut
dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang
APBD.
Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala
daerah bersama dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh
pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan
daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD
kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut
ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara
DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD.
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan
daerah kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah
menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas
bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat
tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah
daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam
rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD
mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar
biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas
pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan
dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
tahun anggaran.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya
evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak
ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan
rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh gubernur.
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah
wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.
Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang
pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.